PERBANKAN
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Dosen
Pengampu : Ida Nurlaeli, M. Ag

FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
PERBANKAN
I.
Pendahuluan
Istilah bank
dalam bahasa Arab disebut mashraf. Istilah bank berasal dari
bahasa Italia yaitu banko. Pada awalnya merupakan kegiatan para penukar
uang (money-changer) di pelebuhan-pelabuhan, yang banyak kelasi kapal
dan para wisatawan yang datang dan pergi. Mulanya kegiatan itu dilakukan dengan
cara meletakkan uang penukar di atas meja di tempat-tempat umum. Meja tempat
meletakkan uang itulah yang disebut banko.
Dengan
demikian, istilah bank merupakan pengembangan lebih lanjut dari
istilah banko, yang sebenarnya
dimaksudkan sebagai simbol bagi alat penukaranMenurut Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
(Pasal 1 angka 1). Sedangkan
menyangkut proses kelahiran bank, pada awalnya merupakan wujud dari
perkembangan cara penyimpanan harta benda. Para saudagar khawatir membawa
perhiasan dan barang berharga lainnya dari kejaran pencuri. Dari keadaan
seperti itulah kemudian berkembanglah bank sebagaimana dikenal dewasa ini. Bank pertama kali
berdiri pada awal abad ke-14 di kota dagang Venesia dan Genoa di Italia (pusat
lalu lintas perdagangan di Italia pada waktu ini). Dari kedua kota itu kemudian
sistem bank menjalar ke Eropa Barat dan kemudian pada tahun 1696 di Inggris
berdiri pula sebuah bank yang bernama Bank of England.
Sedangkan
di Indonesia, bank pertama kali didirikan pada tahun 1824. Ketika itu
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah bank yang diberi nama Handel
Maatschappij (NHM), yang dewasa ini dikenal dengan nama Bank Ekspor Impor
Indonesia (BEI). Kemudian pada tahun 1827 Pemerintah Hindia Belanda juga
mendirikan De Javasche Bank (sekarang dikenal dengan nama Bank
Indonesia) dan NV Escompto Bank (cikal bakal bank swasta, yang sekarang
ini dikenal dengan nama Bank Dagang Negara). Apabila dilihat dari
segi definisi, peristilahan bank berarti badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (pasal 1 angka 1 UU Nomor 7
Tahun 1992).
Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa
bank merupakan perusahaan yang memperdagangkan utang piutang, baik yang berupa
uang sendiri maupun uang masyarakat dan memperedarkan uang tersebut untuk
kepentingan umum. Lalu
bila dilihat dari segi jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan
menjadi bank konvensional (dengan sistem bunga) dan lembaga syari’ah (dengan
sistem bagi hasil).[1]
II.
Rumusan Masalah
1. Apa teori perbankan secara umum?
2. Bagaimana operasional perbankan?
3. Apa landasan hukum yang
digunakan oleh perbankan?
4. Bagaimana perbedaan perbankan konvensional dengan
perbankan syariah?
III.
Manfaat
dan Tujuan
Dalam penulisan makalah
ini, penulis mempunyai tujuan untuk melengkapi salah satu tugas dari Ibu Dosen,
dalam rangka mencapai manfaat penulisan dengan manfaat agar menambah
pengetahuan dan wawasan penulis, melatih diri dalam hal pembuatan makalah, dan
untuk membangun kepribadian yang baik dengan menulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
TEORI PERBANKAN SECARA UMUM
Bank adalah
lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan
dana. Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dengan sistem bunga ini (konvensional) ada dua
jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.
B.
OPERASIONAL PERBANKAN
Usaha Bank Umum,
apabila di telusuri ketentuan yang terdapat dalam pasal 6 UU Nomor 7 Tahun
1992, dapat dikemukakan bahwa jenis kegiatan usaha bank umum adalah:
1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan.
2.
Memberi kredit.
3.
Menerbitkan surat pengakuan utang
4. Membeli, menjual atau menjamin atau risiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
a.
Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasioleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lamadaripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat
tersebut.
b.
Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat tersebut.
c.
Kertas perbendaharaan negara dan surat
jaminan pemerintah.
d.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
e.
Obligasi
f.
Surat dagang berjangka waktu sampai dengan
1 (satu) tahun.
g.
Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai 1 (satu) tahun.
h.
Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah.
i.
Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
j.
Menerima pembayaran dan tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
k.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
l.
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
kontrak.
m.
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
n.
Membeli melalui pelelangan agunan baik
semua maupun sebagian dalam hal
debitur tidak memenuhi kewajiban kepada bank, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
o.
Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat.
p.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
q.
Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain
melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan diatas, menurut ketentuan pasal
7 UU Nomor 7 Tahun 1982 tersebut, bank umum juga dapat:
a.
Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
b.
Melakukan kegiatan penyertaaan modal sementarang keuangan, seperti sewa
guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
c.
Bertindak sebagai pendiri dan pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Usaha Bank Perkreditan
Rakyat
Suatu
bank dinamakan bank perkreditan rakyat, sesuai dengan ketentuan pasal 13
Undang-undang Nomer 7 Tahun 1992 apabila bidang usahanya meliputi:
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
dan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu.
b.
Memberikan
kredit.
c.
Menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah.
d.
Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.Dalam era globalisasi sekarang ini.[2]
Bank
syari’ah
Bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah.[3]
Kegiatan perbankan syariah dapat diklasifikasikan dalam lima prinsip dasar,
yaitu :
1. Prinsip titipan (depository) atau
Al-wadi’ah
Dalam
fiqh Islam, prinsip
titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip Al-Wadi’ah, yaitu titipan murni
dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Dalam hal ini pihak
bank mendapatkan bagi hasil dari penggunaan uang dan bank dapat memberikan
insentif kepada penitip dalam bentuk bonus. Akan tetapi pihak penerima titipan
tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.[4]
2. Prinsip Bagi hasil (profit-sharing) atau Al-Musyarokah
Al-Musyarokah
adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, yang didalamnya masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/
expertise) dengan kesepakatan keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[5]
3. Prinsip Jual-Beli (sale and purchase)
Akad
jual beli yang dikembangkan dalam
perbankan syariah meliputi :
a.
Bai’
al-murabahah, yaitu jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati.
b.
Bai’
as-salam, berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka.
c. Bai’ al-istishna, yaitu kontrak
penjualan antara pembeli dan pembuat barang.[6]
4. Sewa (operational lease dan financial
lease)
Al-ijarah
(operational lease) adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa
melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(milkiyah) atas barang itu sendiri. Sedangkan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik
(financial lease) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Dan antara keduanya yang biasa
digunakan adalah yang kedua, karena lebih sederhana dari segi pembukuan dan
tidak direpotkan dengan masalah pemeliharaan.[7]
5. Jasa (free-based Service)
Produk
ini meliputi lima jenis :
a.
Al-wakalah
atau Al-Wikalah, yaitu penyerahann pendelegasian atau pemberian mandat yangt
berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseoran kepada yang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan.
b.
Al-Kafalah,
yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang diatanggung. Kafalah juga berarti
mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegangan pada
tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.
c.
Al-Hawalah,
yaitu pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menangggungnya. Hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggunag
muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
d.
Ar-Rahn,
yaitu menahan slah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
e.
Al-Qardh,
yaitu meminjamkan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau tidak ada
keuntungan finansial.[8]
C.
LANDASAN HUKUM PERBANKAN
Landasan
hukum yang digunakan perbankan adalah sebagai berikut
Fatwa
DSN-MUI Berkenaan Hukum Perbankan di antaranya:
1.
Fatwa
No: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro.
2.
Fatwa
No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
3.
Fatwa
No: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito.
4.
Fatwa
No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
5.
Fatwa
No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.
6.
Fatwa
No: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.
7.
Fatwa
No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.
8.
Fatwa
No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
9.
Fatwa
No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
10. Fatwa No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Wakalah.
11. Fatwa No: 42/DSN-MUI/V/2004 tentang
Syariah Charge Card.
12. Fatwa No: 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang
Ganti Rugi.
13. Fatwa No: 45/DSN-MUI/II/2005 tentang
Line Facility (At-Tashilat).
14. Fatwa No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang
Potongan Tagihan Murabahah.
15. Fatwa No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
16. Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:48/DSN-MUI/II/2005
tentang penjadwalan kembali Tagihan Murabahah.
17. Fatwa No:49/DSN-MUI/II/2005 tentang
Konvensi akad Murabahah.
18. Fatwa No:50/DSN-MUI/III/2006 tentang
Akad Mudharabah Musyarakah.
Dapat dikatakan bahwa keadaan
ekonomi Islam masih memerlukan bank konvensional. Kita mengetahui bahwa
bank-bank tersebut masih dimiliki oleh pihak non Islam, sedangkan urusan dagang
dan ekonomi tidak dapat dilakukan tanpa ikut sertanya bank tersebut. Negara
Islam pada umumnya menggunakan bank Internasional. Sekalipun mereka tidak
mengambil interest yang didapatkan dari penyimpanan itu tetapi pada hakekatnya
dosanya lebih besar dengan memberikan interest tersebut pada pihak lain.
Alasan dalam persoalan
ini adalah qaedah Islam, yaitu:
·
أَخَفُّ ا لضَّرَرَيْنِ
Artinya:
(Bahaya yang lebih kecil) untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar.
·
دَرْءُالْمَفَا
سِدِ مُقَدَّ مٌ عَلَى جَلْبِ المَصَا لِحِ
Artinya: /Menghindarkan
bahaya /kemelaratan diutamakan daripada mencari manfaat.
·
اَلضَّرُورَاتِ تُبِيحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Artinya: “/keadaan
darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.[9]
Usaha Yang Dilakukan
Bank Islam
Bank adalah lembaga keuangan yang
menyediakan jasa-jasa dalam bidang keuangan. Fungsi bank adalah menerima
deposito, menerima tabungan, memberikan pinjaman, menyetorkan uang dan menjual
jasa-jasa perbankan lainnya. Misalnya, jual beli kertas berharga, transaksi
devisa, penukaran mata uang dan sebagainya. Karena fungsi bank yang sedemikian
itu, maka bank tidak bisa dipisahkan begitu saja daridunia usaha maupun perekonomian
suatu negara.[10]
PRODUK PERBANKAN
SYARIAH DIBIDANG JASA
Perbankan syariah sebagai bank yang
bebas bunga dalam menjual produk-produknya mendapatkan pendapatan berupa bagi
hasil, margin, biaya administrasi, dan fee. Bagi hasil merupakan pendapatan
bank dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang digulirkan kepada
nasabah, margin merupakan pendapatan bank dari pembiayaan yang berdasarkan pada
akad jual beli (murabahah, salam, dan
istishna), sedangkan fee dan biaya administrasi merupakan
pendapatan bank dari sektor jasa.[11]
Produk perbankan syariah dibidang
jasa ini merupakan salah satu sektor pendapatan yang saaat ini dikembangkan
oleh bank-bank syariah. Berbagai produk baru dikeluarkan oleh bank dengan
terlebih dahulu pihak bank meminta fatwa dari DSN. Pengeluran produk baru
sebagaimana dimaksud juga memerlukan izin dari bank Indonesia sebagai pemegang
otoritas perbankan.[12]
Dalam rangka memberikan pengaturan
terhadap produk-produk perbankan syariah, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI
no.10/17/PBI/2008 tentang produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
Produk
jasa perbankan adalah sebagai berikut:
a) Memberikan kredit pada pihak lain yang
menghasilkan bunga.
b) Menyediakan fasilitas pemindahan uang (transfer).
c) Menerima deposito dan penyimpanan
dokumen-dokumen.
d) Provisi dan komisi.
e) Menyediakan “private safes” untuk
perorangan.
f) Jual-beli surat berharga dan uang karena
selisih kurs, perbedaan rente dan premi.
g) Macam-macam jasa lainnya: menyediakan
jasa-jasa atas dasar sound base, feasibility studies, dan lain-lain.[13]
Produk perbankan
syariah dibidang jasa didasarkan pada akad-akad yang sudah dikenal dalam Islam,
antara lain:[14]
a. HIWALAH
Adalah pengalihan
hutang dari orang yang berhutang kepadaorang lain yang wajib menanggungnya.
b. KAFALAH
Adalah orang yang
diperbolehkan bertindak (berakal sehat) berjanji menunaikan hak yang wajib
ditunaikan orang lain atau berjanji menghadirkan hak tersebut dipengadilan.
c. WAKALAH
Adalah suatu perjanjian
dimana seseorang mendelegasikan atau menyerahkan sesuatu wewenang (kekuasaan)
kepada seseorang yang lain untuk menyelenggarakan sesuatu urusan,dan orang lain
tersebut menerimanya , dan melaksanakannya untuk dan atas nama pemberi kuasa.
d. GADAI (RAHN)
Adalah menahan sesuatu
dengan cara yang dibenarkan yang memungkinkan ditarik kembali. Rahn bisa juga
diartikan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan
syariat sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil hutangnya semuanya atau sebagian.
e. SHARF
Adalah bisa diartikan
sebagai penambahan, penukaran,
penghindaran,
pemalingan, atau transaksi jual beli. Secara istilah sharf adalah perjanjian
jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya.
Sehubungan dengan masalah yang
dihadapi umat Islam saat ini, dalam hal yang berkaitan dengan bunga bank, maka
didirikan bank Islam, yang cara kerjanya disesuaikan dengan syariat Islam yang
didasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindarkan bunga.[15]
Bank Islam di Indonesia, baik Bank
Muamalat Indonesia (BMI) maupun Bank-bank Syariah lainnya, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan umat, dengan meningkatkan kegiatan usaha,
kesempatan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta
meningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Disamping itu, BMI juga
bertujuan untuk mengembangkan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi
dan keadilan sesuai dengan ajaran Islam.[16]
D.
PERBEDAAN BANK ISLAM DAN BANK KONVENSIONAL
Kegiatan
operasional bank Islam adalah menawarkan produk-produk perbankan sebagai
berikut:[17]
PRODUK PERBANKAN
SYARIAH DIBIDANG PENGHIMPUNAN DANA DARI MASYARAKAT (FUNDING)
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentu-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan mendasarkan
pengertian bank menurut Undang-Undang Nomer 10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang Nomer 7 tahun 1992tentang perbankan dan Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 tentang
perbankan Syariah tampak bahwa bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai intermediasi keuangan ( financial intermediary institution).[18]
Pengertian
prinsip syariah juga dapat dijumpai dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomer
21 Tahun 2008. Pasal dimaksud
menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang
syariah. Lembaga dimaksud, yakni Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI).[19]
Usaha
Mencari Dana
a) Giro Wadi’ah, yaitu titipan nasabah di
BMI. Setiap waktu dapat diambil dan mendapat bonus dari BMI.
b) Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan
nasabah, diberi keuntungan oleh BMI berdasarkan kesepakatan.
c) Deposito Investasi Mudharabah, yaitu
titipan nasabah yang dapat diambil berdasrakan jangka waktu yang disepakati dan
bagi hasil keuntungan.
d) Tabungan Haji Mudharabah, yaitu simpanan
nasabah untuk naik haji, diberi imbalan oleh BMI.
e) Tabungan Qurban, yaitu simpana nasabah
untuk ibadah qurban, diberi imbalan oleh
BMI.
Usaha
Penggunaan Dana
a) Pembiayaan Mudharabah, yaitu pemberian
modal investasi, atau modal kerja sepenuhnya. Pengusaha menyediakan manajemen
dan operasionalnya, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
b) Pembiayaan Murabahah, yaitu pembiayaan
untuk membeli barang dan dijual oleh bank, ditambah keuntungan, pembayaran
dengan cicilan, dalam
jangka waktu yang tidak lebih dari satu tahun. Ini sama dengan kredit modal
kerja pada bank biasa.
c) Pembiayaan Bai’ Bi al-Tsaman al-Ajil,
yaitu sejenis pembelian barang dengan cicilan, ini seperti kredit investasi,
dalam jangka waktu cicilan lebih dari satu tahun. Bank memperoleh keuntungan
dari kelebihan harta yang ditetapkan.
d) Pembiayaan Qardh al-Hasan, yaitu
pinjaman lunak bagi pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan modal. Tidak
dipungut tambahan pembayaran, kecuali biaya administrasi.
e) Pembiayaan Musyarakah, yaitu bank
membiayai sebagian dari kebutuhan modal perusahaan, dan bank turut serta dalam
manajemen perusahaan tersebut, sedangkan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
f) Jasa Lain Yang Ditawarkan oleh BMI ialah
jasa pembukaan L/C (Letter Of Credit) untuk keperluan ekspor-impor, jasa inkaso
(penagihan uang), jasa transfer uang, dan bank garansi.[20]
PERBANKAN
Sistem perbankan
Islam:
a) Berdasarkan prinsip investasi bagi
hasil.
b) Menggunakan prinsip jual beli.
c) Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan .
d) Melakukan investasi-investasi yang halal
saja.
e) Setiap produk dan jasa yang diberikan
sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah.
f) Adanya larangan gharar (tipuan) maisir
(judi).
g) Menciptakan keserasian diantara
keduanya.
h) Tidak memberiakan dana secara tunai,
tetapi memberi barang yang dibutuhkan (finance the goods and sevices).
i)
Bagi
hasil menyeimbangkan sisi passiva dan aktiva.
Sistem perbankan
konvensional:
a) Berdasarkan tujuan membungakan uang.
b) Menggunakan prinsip pinjam meminjamuang.
c) Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan debitur-kreditur.
d) Melakukan investasi-investasi yang halal
maupun yang haram.
e) Tidak mengenal dewan semacam itu.
f) Terkadang terlibat dalam speculative
FOREX dealing.
g) Berkontribusi dalam terjadinya
kesenjangan antara sektorriil dengan sektor moneter.
h) Memberikan peluang yang sangat besar
untuk sight streaming (penyalahgunaan dana pinjaman).
i)
Rentan
terhadap negative spread.[21]
Perbedaan sitem
bunga dengan sistem bagi hasil
Sistem
Bunga:
a) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung.
b) Besarnya bunga adalah suatu persentase
tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan.
c) Besarnya bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek yang dijalankan nasabah
(mudharib) untung atau rugi.
d) Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
Sistem Bagi Hasil:
a) Penentuan besarnya nisbah / persentase
bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
b) Besarnya bagi hasil adalah brdasarkan
nisbah /persentase terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh.
c) Besarnya bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek/ usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, maka kerugian akan
ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian,salah urus,atau
pelanggaran oleh nasabah(mudharib).
d) Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
hasil.[22]
Sebagai
sebuah institusi keuangan sekaligus financial intermediary, bank konvensional
(BK) dan Bank Islam(BI) dibangun diatas fundamental values ang hirarki nilai
sistemnya sama, tetapi substansi nilainya berbeda. Substansi nlai tersebut
ditentukan oleh agama atau aliran pemikiran tertentu. Dalam hal ini, Mohammad
Arif telah mengungkapkan bahwa bank konvensional mendapat inspirasi dari sistem
eonomi kapitalis, paradigma yang dipakai adalah paradigma ekonomi pasar, basis
dasar mikroya adalah manusia ekonomi, dan dasar filosofisnya adalan
individualisme utilitarian berdasar pada filosofi laissez faire. Sedangkan bank
Islam diderivasi dari sistem ekonomi Islam, dengan paradigma Syariah, basis
dasar mikro yang dipakai adalah manusia muslim, dan dasar filosofisnya adalah
individualisme berperan sebagai Khalifah Allah dibumi dengan tujuan hidup
mencapai falah di dunia dan di akhirat serta bertanggung jawab atas semua
tindakan.[23]
Dengan
demikian, secara spirit-substansial maupun secara metodik-operasionalistik,
bank konvensional tidak lebih dari produk pemikiran manusiasedangkan bank Islam,
secara metodik operasionalistik memang produk pemikiran manusia (konsep
insaniyah), tetapi secara spirit substansial, bank Islam adalah konsep
illahiyat, karena diintrodusir dari konsep-konsep dalam Al-Qur’an, yang tak
lain adalah wahyu Allah. Dari aspek metodik operasionalistik, bisa saja bank
konvnsional dibandingkan bank Islam. Tetapi, dari aspek spirit substansial,
sulit kalau tidak malah mustahil membandingkan antara bank konvensional dan
bank Islam.
Jika
bank Islam dikategorikan mitos, ada beberapa ansumsi dasar yang bisa
dimunculkan. Pertama, bank Islam
dianggap tidak empirik, karena konseptualisasi bank Islam
bersifatdeduktif-teologis dan berbeda dengan bank konvensional yang
induktif-empiris.pengetahuan teologis, seperti dikatakan Good dan Hatt,
betapapun sistematiknya, tetaplah deduktif dan tidak ilmiah. Kedua, berkaitan dengan simbol kata-kata “Islam” atau “Syariah’
menunjukkan nuansa ketuhanan yang sangat kental. Ketiga, kehadiran bank Islam relatif baru dibanding bank
konvensional yang kapitalistik secara tidak langsung dianggapsebagai bank
alternatif.[24]
Ditegaskan
oleh para ahli agama yang mengikuti dalail(Al-Qur’an dan Hadits) dan menyadari
maksud-maksud dan tujuan utama dari Islam yaitu, bahwa Islam itu berpuncuk
pangkal pada kaedah “keentengan/kelapangan”dan menghindarkan kesulitan serta
keberatan. Kaedah ini ditegaskan dengan nash ayat-ayat Al-Qur’an yang tersimpul
dalam firman Allah SWT:[25]
t3 ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã ãNà6Î/ uô£ãèø9$# ©öÇÊÑÎÈ
Artinya:”Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”
$tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4.
Artinya:”Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”
Para
ekonom Islam telah menunjukkan bahwa sistem bagi hasil tidak hanya layak ,
tetapi juga lebih efisien dibanding sistem berdasarkan bunga. Sistem
berdasarkan bunga tidak efisien sepanjang perusahaan produktif dipermodali
dengan kredit berbunga yang para penyedia modal (bank)-nya hanya
mempertimbangkan kemampuan / kekayaan sipeminjam.[26]
Juga
telah ditunjukkan bahwa sistem bagi hasil akan menciptakan pembagian surplus
sosial yang adil dan merata-sementara sistem berdasarkan bunga tidaklah adil
karena hanya menjamin hasil positif yang jelas bagi sumber modal sementara
produktivitas investasi tidak pasti. Sistem berdasarkan bunga ini mengalihkan
kekayaan tambahan kepada para pemilik modal meskipun tidak ada tercipta
kekayaan tambahan melalui penggunaan modal tersebut dalam perusahaan produktif.[27]
IV.
KESIMPULAN
1.
Bank adalah lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana dan pihak
yang kekurangan dana.
Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentu-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Bank dengan
sistem bunga ini (konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank
perkreditan rakyat
2.
Usaha Bank Umum, apabila di telusuri ketentuan yang terdapat dalam pasal 6
UU Nomor 7 Tahun 1992, dapat dikemukakan bahwa jenis kegiatan usaha bank umum
adalah:
a.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan.
b.
Memberi kredit.
c.
Menerbitkan surat pengakuan utang
Membeli,
menjual atau menjamin atau risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya.
3.
Landasan
hukum yang digunakan perbankan adalah sebagai berikut
Fatwa DSN-MUI Berkenaan
Hukum Perbankan di antaranya:[28]
1. Fatwa No: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Giro.
2. Fatwa No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Tabungan.
3. Fatwa No: 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Deposito.
4. Fatwa No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah.
5. Fatwa No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Jual Beli Salam.
6. Fatwa No: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Jual Beli Istishna’.
7. Fatwa No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah.
8. Fatwa No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Musyarakah.
9. Fatwa No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Ijarah.
10. Fatwa No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Wakalah.
11. Fatwa No: 42/DSN-MUI/V/2004 tentang
Syariah Charge Card.
12. Fatwa No: 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang
Ganti Rugi.
13. Fatwa No: 45/DSN-MUI/II/2005 tentang
Line Facility (At-Tashilat).
14. Fatwa No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang
Potongan Tagihan Murabahah.
15. Fatwa No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
16. Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:48/DSN-MUI/II/2005
tentang penjadwalan kembali Tagihan Murabahah.
17. Fatwa No:49/DSN-MUI/II/2005 tentang
Konvensi akad Murabahah.
18. Fatwa No:50/DSN-MUI/III/2006 tentang
Akad Mudharabah Musyarakah.
Dapat dikatakan bahwa keadaan
ekonomi Islam masih memerlukan bank konvensional. Kita mengetahui bahwa
bank-bank tersebut masih dimiliki oleh pihak non Islam, sedangkan urusan dagang
dan ekonomi tidak dapat dilakukan tanpa ikut sertanya bank tersebut. Negara
Islam pada umumnya menggunakan bank Internasional. Sekalipun mereka tidak
mengambil interest yang didapatkan dari penyimpanan itu tetapi pada hakekatnya
dosanya lebih besar dengan memberikan interest tersebut pada pihak lain.
Alasan dalam persoalan
ini adalah qaedah Islam, yaitu:
·
أَخَفُّ ا لضَّرَرَيْن
Artinya:
(Bahaya yang lebih kecil) untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar.
·
دَرْءُالْمَفَا
سِدِ مُقَدَّ مٌ عَلَى جَلْبِ المَصَا لِحِ
Artinya: /Menghindarkan
bahaya /kemelaratan diutamakan daripada mencari manfaat.
·
اَلضَّرُورَاتِ تُبِيحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Artinya:
“/keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.[29]
4. Perbedaan sitem bunga dengan sistem bagi
hasil
Sistem Bunga:
a) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung.
b) Besarnya bunga adalah suatu persentase
tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan.
c) Besarnya bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek yang dijalankan nasabah
(mudharib) untung atau rugi.
d) Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
Sistem Bagi Hasil:
a) Penentuan besarnya nisbah / persentase
bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
b) Besarnya bagi hasil adalah brdasarkan
nisbah /persentase terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh.
c) Besarnya bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek/ usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, maka kerugian akan
ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian,salah urus,atau
pelanggaran oleh nasabah(mudharib).
d) Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
hasil.[30]
V.
PENUTUP
Demikian
penjelasan dalam makalah ini, semoga bermanfaat dan bisa tambahan pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapan demi kesempurnaan makalah
ini dan untuk makalah selanjutnya.
[1]
Suhrawardi,
K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam , ( Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal.
38-39
[3]
Heri,Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Yogyakarta: Ekonisa,
2003), hal. 27
[4]
Sawaljo Puspopranoto. Keuangan
Perbankan Dan Pasar Keuangan,
Jakarta: LP3ES Indonesia, 2004, hlm. 110
[5]
Sawaljo Puspopranoto. Keuangan
Perbankan Dan Pasar Keuangan,
Jakarta: LP3ES Indonesia, 2004, hlm. 111
[6]
Sawaljo Puspopranoto. Keuangan
Perbankan Dan Pasar Keuangan,
Jakarta: LP3ES Indonesia, 2004, hlm. 111
[7]
Sawaljo Puspopranoto. Keuangan
Perbankan Dan Pasar Keuangan,
Jakarta: LP3ES Indonesia, 2004, hlm. 112
[8]
Sawaljo Puspopranoto. Keuangan
Perbankan Dan Pasar Keuangan,
Jakarta: LP3ES Indonesia, 2004, hlm. 112-113
[9] Fuad,
M. Fachruddin, Ekonomi Islam, (Jakarta: Mutiara, 1982), hal. 148-149
[10]
H.E. Hassan Saleh,Kajian FIQH Nabawi dan
FIQH Kontemporer, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2008,hlm.399
[11]
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm.152
[12]
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm.152
[13]
Ibid, hlm.400
[14]
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm.153-172
[15]
Ibid,hlm.400
[16]
Ibid, hlm.401
[17]
Ibid, hlm. 401
[18]
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm.82
[19]
Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah
Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm.83
[20] H.E. Hassan Saleh, Kajian FIQH Nabawi dan FIQH Kontemporer, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada,2008,hlm.402
[21]
Ibid, hlm.403
[22]
Ibid, hlm.404
[23]
DRS.M.Nur Yasin, M.AG, Hukum Ekonomi
Islam,Malang:UIN-Malang Press(Anggota IKAPI),2009, hlm. 115-116
[24]
DRS.M.Nur Yasin, M.AG, Hukum Ekonomi
Islam,Malang:UIN-Malang Press(Anggota IKAPI),2009, hlm. 120
[25]
Drs. H. Ibrahim Lubis,Bc. Hk. Dipi. Ec. Ekonomi
Islam Suatu Pengantar,Jakarta: Radar Jaya Offset, 1994, hlm.480
[26]
Drs. H. Ibrahim Lubis,Bc. Hk. Dipi. Ec. Ekonomi
Islam Suatu Pengantar,Jakarta: Radar Jaya Offset, 1994, hlm.487
[27]
Drs. H. Ibrahim Lubis,Bc. Hk. Dipi. Ec. Ekonomi
Islam Suatu Pengantar,Jakarta: Radar Jaya Offset, 1994, hlm.488
[28]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. Hukum Perbankan Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
2008, Hlm.244-283
[29] Fuad,
M. Fachruddin, Ekonomi Islam, (Jakarta: Mutiara, 1982), hal. 148-149
[30]
Ibid, hlm.404
Tidak ada komentar:
Posting Komentar