PUASA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqh
( Ibadah )
Dosen Pengampu
: A. Turmudzi, SH. M.Ag.

FAKUTAS SYARIAH
DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Puasa (saumu), menurut bahasa Arab adalah “ menahan dari segala
sesuatu”, seperti menahan makan, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari
sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbitnya fajar
sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.” Puasa merupakan
dasar praktis dan teoritis bagi sisi pengendalian diri untuk menjalankan
perintah Allah. Allah SWT menetapkan kunci masuk surga terletak dalam masalah
mengendalikan diri. Selain mengendalikan diri dari syahwat-syahwat yang
diharamkan dan dorongan-dorongan terlarangnya, mengendalikan diri juga untuk
menetapi akhlak yang agung dan baik.
Adapun macam-macam puasa
ditinjau dari hukumnya, puasa bisa diklasifikasikan menjadi puasa wajib, puasa
sunah, puasa haram, dan puasa makruh. Puasa wajib. Untuk melaksanakan puasa
baik puasa wajib ataupun sunnah mempunyai syarat -syarat dan juga rukunnnya. Puasa
wajib merupakan puasa yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat islam di dunia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa puasa yang dihukumi wajib adalah merupakan suatu
keharusan yang harus dilakukan dan apabila puasa wajib ditinggalkan atau tidak
dilaksanakan maka akan mendapat dosa.
Diwajibkannya puasa atas
umat Islam mempunyai hikmah yang dalam yakni merealisasikan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Puasa mempunyai banyak faedah bagi rohani dan jasmani
kita. Ibadah puasa juga banyak mengandung aspek sosial, karena lewat ibadah ini
kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah puasa juga menunjukkan bahwa
orang-orang beriman sangat patuh kepada Allah karena mereka mampu menahan makan
atau minum dan hal-hal yang membatalkan puasa.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana Pengertian Puasa?
B.
Bagaimana Pensyariatan Puasa Dalam Islam?
C.
Apa Saja Jenis-Jenis Puasa ?
D.
Apa Saja Rukun-Rukun Puasa?
E.
Apah Saja Hal Yang Membatalkan Puasa?
F.
Apa Hikmah Dan Filosofi Dari Puasa?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
Puasa (saumu), menurut bahasa Arab adalah “ menahan dari segala
sesuatu”, seperti menahan makan, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari
sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbitnya fajar
sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Firman
Allah SWT :
وَكُلُوْا
وَاشَرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الّْخَيْطِ
الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (البقرة : ١٨٧)
“makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah :187)[1]
B.
Pensyariatan Puasa Dalam Islam
Berikut ini
adalah hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan puasa.
1.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
Bersabda,
“(Allah
Berfirman) ‘setiap amal anak adam adalah untuknya, kecuali puasa karena
sesungguhnya puasa itu untukku dan aku akan membalasnya.’
Puasa adalah
tameng (dari neraka). Apabila seseorang berada
dalam keadaan puasa, janganlah ia berkata kotor, janganlah ia berteriak,
dan janganlah ia bertindak bodoh. Jika seseorang mencelanya atau ingin
bertengkar dengannya, hendaklah ia berkata, ‘sesungguhnya aku sedang puasa,’
dua kali.
Demi Zat yang
jiwa Muhammad berada didalam genggaman-Nya, sesungguhnya bau tidak sedap mulut
orang yang berpuasa lebih wangi menurut Allah di Hari Kiamat daripada minyak
misik. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan : (1) apabila berbuka, ia
gembira dengan bukanya, dan (2) apabila bertemu dengan Tuhannya, ia gembira
dengan puasanya.”
2.
Abu Umamah berkata, “Aku mendatangi Rasulullah. Aku
berkata, ‘perintahkanlah aku untuk melakukan amal yang dapat memasukanku kedalam
surga.’ Beliau bersabda,
عَلَيْكَ بِاالصَوْمِ فَإِنَّهُ لاَ عِدْلَ لَهُ.
‘Puasalah,
karena sesungguhnya tidak ada (pahala ibadah) yang dapat menyamai puasa.’
Aku mendatangi beliau kedua kalinya. Beliau bersabda,
‘Puasalah.’
3.
Di dalam versi ayat yang lain Nabi saw. bersabda,
“Puasa adalah
tameng. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa, janganlah ia berkata
kotor dan janganlah ia bertindak bodoh. Apabila seeorang ingin bertengkar
dengannya atau mencaci makinya, hendaklah ia berkata, ‘sesungguhnya aku sedang
berpuasa.’ Dua kali.
Demi Zat yang
jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya bau tidak sedap dari mulut
orang yang berpuasa adalah lebih wangi disisi Allah daripada bau minyak misik.
(Allah Berfirman) ‘ia menonggalkan makanannya, minumannya, dan syahwatnya
untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh
kali lipatnya.”[2]
C.
Jenis-Jenis Puasa
1.
Puasa Wajib
Puasa Wajib dibagi menjadi 3 yaitu : Puasa Ramadhan, Puasa Kafarat dan
Puasa Nadzar.
a)
Puasa Ramdhan
Puasa pada bulan
Ramadhan itu merupakan salah satu dari rukun islam yang lima, diwajibkan pada
tahun kedua hijriyah, yaitu tahun kedua sesudahNabi Muhammad saw. hijrah ke
Madinah. Hukumnya fardlu ‘ain atas tiap-tiap mukallaf (Baligh dan
berakal). Puasa Ramadhan adalah wajib berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan
ijma’.
Allah swt.
Berfirman, :
“wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah [2]: 183)
“Bulan Ramadhan
adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itlu dan pembeda (Antara
yang benar dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara kamu ada dibulan
itu, maka berpuasalah.” (Al-Baqarah
[2]: 185)
Dalil yang
berlandaskan As-Sunnah adalah sabda Nabi saw.,
“Islam didirikan atas lima perkara : (1) persaksian
bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) membayar zakat, (4) puasa Ramadhan,
(5) dan melaksanakan haji.”
b)
Puasa Kafarat
Puasa kaffarat ialah
puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja dalam melaksanakan
puasa bulan ramadhan (dalam hal ini ada khilaf), bukan karena sesuatu ‘udzur
yang dibenarkan syara akan tetapi diantaranya karena bersetubuh dengan sengaja
bagi suami istri dibulan Ramadhan disiang hari ketika dalam melaksanakan
puasa, karena membunuh
dengan tidak sengaja, karena mengerjakan Sesuatu yang diharamkan dalam haji,
serta tidak sanggup menyembelih binatang hadyu; karena merusak sumpah dan
berdhihar terhadap isteri.
c)
Puasa Nadzar
Puasa nadzar ialah
puasa wajib yang difardlukan sendiri oleh seseorang muslim atas dirinya untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Puasa nadzar wajib ditunaikan menurut nazarnya.
Contoh, kalau saya lulus ujian dikampus, saya bernadzar, atau saya berniat akan
berpuasa selama tiga hari bulan ini, ketika saya lulus ujian, puasa tersebut hukumnya wajib, artinya
harus dilakukan”.
2.
Puasa Sunnah
a)
Puasa Enam Hari Dibulan Syawal
Abu Ayub
al-Anshari ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ
شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَمَا لدَّهْرَ.
“Barang siapa yang berpuasa Ramdhan, kemudian
menambahinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, seakan ia berpuasa
sepanjang tahun[3].”
Menurut Ahmad,
puasa enam hari tersebut boleh dilaksanakan secara beruntun dan boleh
dilaksanakan secara tidak beruntun. Tidak ada yang lebih utama diantara kedua
caraa tersebut.
Menurut
Hanafiyah dan Syafi’iyah, yang lebih utama adalah melaksanakannya secara
beruntun setelah hari raya.
b)
Puasa Sepuluh Hari Dibulan Dzulhijjah Dan Puasa Arafah
Bagi Orang Yang Tak Berhaji
Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Puasa hari
Arafah dapat menghapus dosa-dosa dua tahun yang telah berlalu dan yang akan
datang, dan puasa hari Asyura dapat menghapus dosa-dosa satu tahun yang telah
berlalu.”
Abu Hurairah
r.a. berkata, “Rasulullah melarang puasa Arafah ketika seseorang berada di
Arafah.”
Hafshah berkata,
“Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah : (1) Puasa Asyura, (2)
Puasa sepuluh hari (pada awal bulan Dzulhijjah), (3) Puasa tiga hari setiap
bulan, (4) dan sholat dua rakaat sebelum subuh.”
c)
Puasa Pada Hari-Hari Tertentu Di Bulan Muharram
Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang sholat yang paling
utama setelah shalat fardlu. Beliau menjawab,
اَلصَّلاَةُ
فِي جَوْفِ اللَّيْلِ.
“Shalat pada waktu tengah malam.”
Beliau ditanya
lagi, “kemudian apakah puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan?” Beliau
menjawab,
شَهْرُ اللهِ الَّذِي تَدَّعُوْنَهُ الْمُحَّرَّمَ.
“Puasa pada bulan yang kalian sebut dengan Muharram.”
d)
Puasa Setiap Hari Senin Dan Kamis
عَنْ عَائِشَةَ كَانَ النَّبِىُّ صلعم يَتَحَرَّى
صِيَامَ الْاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ. روه الترمذى
“Dari Aisyah, “Nabi Besar Saw. memilih waktu puasa
hari senin dan hari kamis.” Riwayat Tirmidzi
Dalam Shahih
Muslim disebutkan bahwa beliau ditanya tentang puasa hari senin. Beliau
menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ.
“Itu adalah hari kelahiranku dan diturunkannya wahyu
kepadaku.”
e)
Puasa Dibulan Sya’ban
Rasulullah saw.
Memperbanyak ibadah puasa pada bulan Sya’ban. Aisyah ra. berkata, “Aku tidak
melihat Rasulullah menyempurnakan puasa dalam suatu bulan, kecuali bulan
Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau Sya’ban.”[4]
Mengkhususkan
pertengahan bulan Sya’ban dengan puasa karena anggapan bahwa hari tersebut
lebih utama daripada hari-hari lainnya adalah suatu hal yang tidak didukung
oleh dalil yang benar.
f)
Puasa Dibulan Haram
Bulan-bulan
haram (bulan-bulan yang dimuliakan) adalah Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram,
dan Rajab. Memperbanyak puasa pada bulan-bulan tersebut, merupakan suatu amal
yang disunnahkan.
Seorang dari
bahilah datang kepada Nabi saw. lalu berkata, “wahai Rasulullah, aku adalah orang
yang datang kepadamu pada tahun pertama.” Beliau bersabda,
“Apa yang menyebabkan kamu berubah? Dulu kamu
berpenampilan bagus.”
Ia berkata,
“sejak aku berpisah denganmu, aku tidak pernah makan kecuali pada waktu malam.”
Rasulullah saw.
bersabda,
“Mengapa kamu menyiksa dirimu sendiri?”
Kemudian Beliau bersabda,
“berpuasalah pada bulan kesabaran (Ramadhan) dan satu
hari dari setiap bulan.”
Bulan Rajab
tidak memiliki kelebihan atas bulan-bulan yang lain selain ia termasuk bulan
haram. Tidak ada dalil yang benar yang menunjukkan bahwa puasa didalamnya
memiliki keistimewaan khusus. Jika ada sesuatu yang dijadikan dalil atas hal
tersebut, itu bukanlah argument yang sah.
g)
Puasa Tiga Hari Setap Bulan
Abu Dzar
al-Gifari berkata, “Rasulullah memerintahkan kepada kami agar kami berpuasa
pada tiga hari putih setiap bulan, yakni tanggal tigabelas, empatbelas, dan
limabelas. Beliau bersabda bahwa puasa pada hari-hari tersebut adalah seperti
puasa sepanjang tahun.”
Didalam riwayat
yang lain disebutkan bahwa Beliau berpuasa pada hari Sabtu, Ahad, dan Senin
dalam satu bulan; dan berpuasa pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis pada bulan
yanglain. Beliau juga biasa berpuasa tiga hari pada setiap awal bulan, kemudian
puasa hari Senin berikutnya dan Senin berikutnya lagi.
h)
Puasa Sehari Dan Berbuka Sehari Secara Berseling
Abdurrahman bin
Amar berkata, “Rasulullah saw. bersabda kepadaku,
‘Aku telah mendapat informasi bahwa kamu selalu sholat
pada waktu malam dan berpuasa pada waktu siang.’
Aku berkata,
‘Benar ya Rasul.’ Beliau bersabda,
‘puasa lah dan berbukalah, sholatlah dan tidurlah
karena sesungguhnya jasadmu memiliki hak terhadapmu, istrimu memiliki hak
terhadapmu, dan tamumu memiliki ha katas terhadapmu. Cukuplah kamu puasa tiga
hari setiap bulan.’
3.
Puasa Haram
a)
Berpuasa Pada Hari Raya Idul Fitri Dan Idul Adha
Ulama telah
sepakat haramnya berpuasa pada dua hari Id, baik puasa wajib maupun sunah. Ibnu
Umar ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Melarang puasa pada dua hari ini.
Adapun hari Idul Fitri adalah waktu
berbuka dari puasa (Ramadhan), dan hari Idul Adha adalah hari untuk menikmati
hewan kurban.
b)
Berpuasa Pada Hari Tasyrik
Berpuasa pada
tiga hari setelah hari nahar tidak diperbolehkan karena Abu Hurairah ra.
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mengutus Abdullah bin Hudzaifah untuk
mengumumkan kepada manusia, “janganlah berpuasa pada hari-hari ini adalah untuk
makan, minum dan dzikir kepada Allah.”
Ulama’ Madzhab
Syafi’i memperbolehkan berpuasa pada hari-hari tasyrik jika ada suatu sebab,
seperti puasa nadzar, puasa kafarat, puasa qadha. Adapun puasa yang sebabnya
adalah tidak boleh. Dalam hal ini tidiak ada perselisihan ulama. Mereka
menganalogikan masalah ini dengan sholat yang memiliki sebab yang dilakukan
pada waktu-waktu terlarang.
c)
Berpuasa Pada Hari Jumat Secara Khusus
Hari Jum’at
adalah hari raya umat Islam setiap sepekan. Oleh karena itu, agama islam
melarang umatnya untuk berpuasa pada hari jum’at.
Mayoritas ulama’
berpendapat bahwa larangan tersebut bersifat makruh bukan haram, kecuali jika
seseorang berpuasa satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya, puasa jum’at
tersebut tersebut bertepatan dengan kebiasaan berpuasanya, atau bertepatan
dengan hari Arafah atau hari Asyura. Ketika puasa hari jum’at dilakukan dengan
kondisi seperti itu, maka hukumnya tidak makruh.
d)
Berpuasa Pada Hari Sabtu Secara Khusus
Ummu Salamah berkata, “Nabi berpuasa pada hari Sabtu dan pada hari Ahad
secara lebih banyak daripada hari-hari yang lain. Beliau bersabda,
إِنَّهُمَا عِيْدُ الْمُشْرِكِيْنَ، فَأَنَا أُحِبُّ
أَنْ أُخَالِفَهُمْ.
“sesungguhnya hari Sabtu dan hari Ahad adalah hari raya
orang-orang Musyrik. Karena itu, aku ingin menyelisihi mereka.”
e)
Berpuasa Pada Hari Yang Diragukan Untuk Berpuasa
Ammar bin Yasir r.a. berkata, “barang siapa yang berpuasa pada hari syakk
(hari yang diragukan untuk berpuasa), sesungguhnya ia telah mendurhakai Abu
Qasim (Muhammad saw.).”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika
seseorang tetap berpuasa pada hari tersebt dan ternyata hari tersebut termasuk
hari-hari Ramadhan, ia wajib menggantinya pada hari yang lain. Jika ia berpuasa
pada hari itu karena bertepatan dengan kebiasaan puasanya, ia boleh berpuasa
pada hari itu tanpa terhukumi makruh.
f)
Berpuasa Sepanjang Tahun
Diharamkan
berpuasa sepanjang tahun tanpa ada istirahatnya karena Rasulullah saw.
bersabda,
لاَ صَامَ مَنْ صَامَ الْأَبَدَ.
“Tidak sah puasa orang yang berpuasa sepanjang waktu
(berpuasa dahr).”
Jika ada orang
yang nelakukan puasa sepanjang tahun, namun ia tidak berpuasa pada dua hari
raya dan hari-hari tasyrik, hukum haram tidak berlaku lagi untuk-nya. Tirmidzi
berkata, “Ulama membenci puasa seppanjang tahun jika puasa tersebut mencakup
hari Idul Fitri, hari Idul Adha, dan hari-hari tasyrik.”
g)
Puasa Tanpa Izin Suami
Rasulullah
melarang perempuan berpuasa saat suaminya ada, kecuali ia mendapat izin
darinya. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,
“janganlah perempuan berpuasa pada suatu hari,
sementara suaminya ada, kecuali dengan izinnya; kecuali puasa Ramadhan.”
h)
Berpuasa Berhari-Hari Tanpa Diselingi Berbuka Ataupun
Makan Sahur
Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,
إِيَّا كُمْ وَالْوِصَالَ.
“janganlah kalian berpuasa wishal”
Beliau
mengulangi sabda tersebut tiga kali. Para ahli fiqh mengartian larangan Nabi
saw. tersebut dengan larangan yang bersifat makruh. Ahmad, Ishaq, dan Ibnu
Mundzir membolehkan puasa wishal sampai waktu sahur saja selama tidak
memberatkan orang yang melakukannya.[5]
D.
Rukun Puasa
a.
Niat pada malamnya,
Yaitu, setiap malam selama
bulan Ramadhan. Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang
sebelum-sebelumnya.
Sabda
Rasulullah SAW :
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الْصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا
صِيَامَ لَهُ. رواه الخمسة
“Barang
siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka tiada
puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadits)
Kecuali puasa sunnah, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal
(matahari condong ke barat).
b.
Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit
fajar sampai terbenamnya matahari.
E.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
a. Makan
dan minum.
Makan
dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalu
tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.sebagaimana sabda
Rasulullah Saw: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa,
kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena
sesungguhnya Allah-lah yang memberinya maka dan minum.”( Riwayat Bukhari dan
Muslim).
Memasukkan
seuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan
sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum; artinya
membatalkan puasa. Mereka mengambil alasan dengan Qiyas, diqiaskan (disamakan)
dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak
membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut
pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa,
begitu juga memasukan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan
sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakn makan
dan minum.
b. Muntah
yang disengaja,
Muntah
yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam. Muntah
yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda
Rasulullah Saw: “ Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata,” barangsiapa
terpasksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya;dan barang siapa yang
mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud,
Tirmizi, dan Ibnu Hibban).
c. Bersetubuh
Firman Allah Swt:
اُخِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةُ صِّيَامِ الرَّفَثُ اِلَى نِسَاِ كُمْ. البقرة : ١٨٧
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu.”
(Al-Baqarah: 187).
Laki-laki membatalkan
puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan Ramadhan, sedangkan dia
berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
d.
Keluar
darah Haid (kotoran atau nifas (darah sehabis melahirkan).
Dari Aisyah. Ia berkata,” kami disuruh oleh
Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.”
e.
Gila.
Jika gilaitu dating waktu siang hari, batallah puasa.
f. Keluar
mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan /istri atau lainnya).
Karena keluar mani itu adalah puncak yang
dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh.
Adapun keluar mani karena bermimpi, mengkhayal dan sebagainya, tidak
membatalkan puasa.
F.
Hikmah dan filosofi Puasa
a.
Hikmah (rahasia) Puasa
Ibadah Puasa itu
mengandung beberapa hikmah, diantaranya sebagai berikut :
1.
Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadah
mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak
terbatas banyaknya, dan tidak bernilai harganya.
2.
Didikan kepercayaan. Seseorang yang telah sanggup
menahan makan dan mium dari harta yang halal kepunyaaan sendiri, karena ingat
perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan segala perintah Allah,
dan tidak akan berani melanggar segala larangan-Nya.
3.
Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir-miskin
karena seseorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal
itu dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang masa merasakan
ngilunya perut yang kelaparan karena ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul
perasaan belas kasihan dan suka menolong fakir miskin.
4.
Guna menjaga kesehatan.[6]
IV.
KESIMPULAN
Puasa (saumu), menurut bahasa Arab adalah “ menahan dari segala
sesuatu”, seperti menahan makan, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu “menahan diri dari
sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbitnya fajar
sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Pensyariatan
puasa dalam islam yaitu berisi tentang keutamaan puasa yang mana Puasa adalah
sebuah tameng (dari neraka) dan sebuah amal yang dapat memasukkan kita dalam
surga Allah. Macam-macan puasa
telah terbagi menjadi tiga, yaitu puasa wajib, puasa sunnah, dan puasa haram.
Dimana macam-macam puasa tersebut juga terbagi menjadi beberapa macam, seperti
yang telah dipaparkan diatas.
Adapun niat merupakan bagian dari rukun puasa.
Niat juga merupakan hal yang sangat penting yang juga harus diperhatikan.
Sebagaimana sabda Nabi Nabi
saw yang diriwayatkan oleh
Bukhari menyatakan: “
sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap
manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya”. Niat juga bisa dikatakan suatu
pembeda antara untuk melaksanakan ibadah ataupun hanya sekedar kebiasaan. Ada beberapa hal yang
juga dapat membatalkan puasa seperti, makan atau minum, muntah dengan sengaja,
bersetubuh, keluar darah haid, gila, dan keluar mani dengan sengaja.
Dalam berpuasa juga
memberikan hikmah tersendiri bagi yang menjalankannya, seperti tanda terima
kasih kepada Allah, guna menjaga kesehatan, dan sebagai didikan.
V.
PENUTUP
Dari
pemaparan diatas tentu tidak lepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian
kalimat. Dan saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan,oleh karena itu kami mengaharap kepada pembaca dan pembimbing mata
kuliah ini dapat memberi kritik atau saran yang sifatnya membangun . Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2013
Sabiq, Muhammad Sayyid, Fiqh Ibadah, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2009
[3]
Hal itu untuk orang yang
berpuasa Ramadhan setiap tahun. Para ulama mengatakan bahwa setiap satu kebaikan
dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat. Maka, puasa bulan Ramadhan
menjadi sepuluh bulan dan puasa enam hari pada bulan syawal dilipatgandakan
menjadi dua bulan. Jadi jumlahnya satu tahun.
[4]
Diriwayatkan oleh nasa’I
didalam sunan Nasa’I, kitab ash-shaum, bab Shaumi an-Nabi SAW, jilid
IV, hlm. 201, hadits nomor 2357; Ahmad didalam musnad Ahmad,
jilid V, hlm. 201; dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih ibni Khuzaimah,
kitab ash-shiyam, bab Shifati Shaumi an-Nabi SAW, jilid III, hlm. 304-305.
[5]
Muhammad Sayyid Sabiq, Fiqh
Sunnah, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2009.hlm. 748-754 & 767-772
[6]
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh
Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2013. Hlm. 230-233 & 243-244
Tidak ada komentar:
Posting Komentar