Makalah
Etika dan Bisnis Islam
I.
PENDAHULUAN
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang
berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertolak titik pada allah, bertujuan akhir
pada allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syari’at islam. Dan
yang membedakan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional adalah bahwa ekonomi
islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak pernah
memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika , perang dengan etika dan
kerabat sedarah sedaging dengan kehidupan islam. Bertolak dari pandangan
seperti itu, maka yang bisa dilakukan adalah melaksanakan “Islamisasi” terhadap
ilmu ekonomi yang sudah diterima pengertiannya sebagai universal itu. Hasilnya
bisa melahirkan apa yang disebut Sistem
Ekonomi Islam, yang merupakan suatu bentuk pengaturan kegiatan ekonomi menurut
prinsip-prinsip Islam.
.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Kerangka
konseptual etika bisnis?
B.
Konsepsi
al-qur’an dan hadits tentang etika dan bisnis?
C.
Panduan Rasulullah SAW dalam etika bisnis?
III.
PEMBAHASAN
A.
Kerangka
konseptual etika bisnis.
Dalam realitasnya, bisnis baik
sebagai aktifitas maupun sebagai entitas telah ada pada sistem dan strukturnya
yang beku. Bisnis berjalan sebagai proses yang telah menjadi kegiatan manusia
sebagai individu atau masyarakat untuk mencari keuntungan dan memenuhi keinginan
dan kehidupan hidupnya. Sementara itu etika telah dipahami sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mandiri dan karenanya terpisah dari bisnis. Etika adalah
ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah,yang
baik atau yang buruk, dan bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dalam kenyataan
itu, bisnis dan etika dipahami sebagai dua hal yang terpisah bahkan tidak ada
kaitan. Jikapun malah ada dipandang sebagai hubungan negatif dimana, praktek
bisnis merupakan kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan bisnis.[1]
Dengan demikian hubungan antara bisnis dan etika telah melahirkan hal yang
problematis.
Problematika ini dibagi banyak
pihak, termasuk para ahli ekonomi terletak pada adanya kesangsian mengenai ide
etika bisnis. Pihak-pihak tersebut menyaksikan apakah moralitas mempunyai
tempat dalam kegiatan bisnis.
Kegiatan bisnis atau sebuah
perusahaan, dalam perilakunya tampak sudah demikian kuat terikat dengan
struktur dan sistem yang kompleks. Dengan demikian secara petensial jauh dari
persepsi kesadaran akan keterkaitannya dengan hakikat manusia sebagai perilaku
yang merupakan bagian dari institusi-institusi perusahaan. Dari
kesangsian-kesangsian itulah kemudian melahirkan mitos-mitos dalam hubungan
etika dan bisnis. Mitos bisnis amoral, mitos bisnis imoral, mitos bisnis
pengejar maksimalisasi keuntungan dan mitos bisnis sebagai permainan.[2]
Kedudukan etika dalam kajian
filsafat merupakan pokok bahasan merupakan yang penting, selain persoalan
metafisika, estetika,dan epistimologi. Dalam lingkup kajian filsafat, etika
menjadi salah satu bagian pembahasan dalam bidan aksiologi. Hal yang dikaitkan
karena etika membahas dan mempersoalkan tentang nilai.
Etika itu sendiri merupakan salah
satu disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus
hidup akan berhasil menjadi sebagai manusia. Etika (ethics) yang berasal
dari bahasa yunani ethicos mempunyai beragam arti pertama,
sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus,
mesti,tugas,aturan-aturan moral,benar,salah,wajib,tanggung jawab, dan
lain-lain. Kedua pencarian kedalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik secara
moral. Pada kontek ini etika berisi tentang batasan-batasan yang mengenai apa
yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk. Ia merupakan
filsafat moral atau filsafat menganai tingkah laku sebagai orientasi yang
berisi sarana-sarana bagi usaha manusia untuk menjawab persoalan-persoalan
fundamental.
Dalam hal ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal
yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana
diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi
substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1.
Membangun kode etik islami yang
mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran
agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis
dari resiko.
2.
Kode ini
dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis,
terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan
diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3.
Kode etik
ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang
muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.
Kode etik dapat memberi kontribusi
dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis
dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5.
Sebuah hal yang dapat membangun
persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
Adapun
penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual,
organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab
pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua,
pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan
perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya.
Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan
berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak
mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya
toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religiusitas hanya
dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara
para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak
bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik[3].
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu,
vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam
sistem Islam. Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika.
Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak
bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat
persaingan, dan manajemen konflik.
B. Konsepsi Al-Qur’an dan Hadits Tentang Etika dan Bisnis
Paradigma
adalah cara memandang sesuatu, atau model, teori ideal yang dari sudut pandang
tertentu sebuah sesuatu fenomena dijelaskan. Paradigma merupakan suatu gugur
pikir yang dijadikan sebagai cara pandang untuk memahami suatu secara utuh.
Dengan demikian paradigma bisnis adalah gugusan pikir atau cara pandang
tertentu yang dijadikan sebagai landasan bisnis baik sebagai aktivitas maupun
sebagai entitas[4]. Paparan
ini merupakan suatu paradigma yang berperspektif al-Quran, yakni paradigma
bisnis yang dibangun dan dilandasi oleh aksioma-aksioma berikut ini.
1. Kesatuan (unity)
kesatuan
di sini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam tauhid yang memadukan
keseluruan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi,politik,sosial,menjadi suatu “homogeneous
whole” atau keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep
konsensistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas
dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Kesetimbangan (keadilan)
Kesetimbangan
(aquiblirium) atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran islam yang
berhubungan dengan keseluruan harmoni pada alam semesta mencerminkan
kesetimbangan yang harmonis.tatanan ini pula yang dikenal dengan sunnatullah.
3.
Kehendak bebas / Ikhtiyar
kehendak
bebas merupakan kontribusi islam yang paling orisinal dalam filsafat sosial
tentang konsep manusia “bebas” hanya Tuhan yang bebas,namun dalam batas-batas
skema penciptaa-Nya manusia juga secara relatif mempunyai kebebasan. Manusia
sebagai khalifah di muka bumi –sampai batas-batas tertentu_mempunyai kehendak
terbebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan pencapaian kesucian diri.
Manusia di anugerahkan kehendak bebas (free
will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma
kehendak bebas ini dalam bisnis,manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu
perjanjian,termasuk menepati atau mengingkarinya. Seorang muslim yang percaya
pada kedendak Allah,akan memuliakan secara janii yang dibuatnya. Ia merupakan
bagian kolektif dari masyarakan dan mengakui bahwa Allah meliputi kehidupan
individual dan sosial. Dengan demikian kebebasan kehendak erat degan kesatuan
dan kesetimbanga.
4.
Pertanggungjawaban
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan m`anusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Untuk memenuhi
tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawaban
tindakannya. Secara logis aksioma ini berhubungan erat dengan oksioma bebas. Ia
menetapkan batasan mengenai apa yang dilakukan bebas manusia dengan
pertanggungjawaban atas semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran-kebenaran dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalan,mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.kebenaran
adalah nilai kebenaran yang di anjurkan dan tidak bertengtangan dengan ajaran
islam. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat,sikap dan
perilaku yang benar,yang meliputi proses akad (transaksi), proses mencari atau memperoleh
komoditas, proses pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkKebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan
dari kesalan,mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran.kebenaran
adalah nilai kebenaran yang di anjurkan dan tidak bertengtangan dengan ajaran
islam. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat,sikap dan
perilaku yang benar,yang meliputi proses akad (transaksi), proses mencari atau
memperoleh komoditas, proses pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan laba.
Sedangkan
kebajikan adalah sikap ihsan, beneviolence
yang merupakan tindakan yang
memberikan keuntungan bagi orang lain. Dalam pandangan islam sikap ini sangat
dianjurkan. Aplikasinya, menurut al-ghazali terdapat tiga prinsip
pengejawantahan kebajikan: pertama,
menerima kelonggaran waktu kepada pihak terutang untuk membayar utangnya. Jika
perlu mngurangi beban utangnya. Kedua menerima
pen gembalian barang yang telah dibeli. Ketiga,
membayar utang sebelum waktu penagihan tiba.
Termasuk
kedalam keajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan.
Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka rela antara kedua belah pihak yang
pihak melakukan teransaksi, kerjasama atau perjanjian bisnis. Kedua belah pihak
sama-sama mempunyai hak pilih atas teransaksi dan tidak boleh bersegera
memisahkan diri untuk menjaga jika ada ketik cocokan, bahkan pembatalan
transaksi. Hal ini ditekankan untuk antara sesama pelaku atau mitra bisnis.
Keramahtamahan merupakan sikap ramah, toleran
baik dalam menjual, membeli maupun
menagih. Ada pun kejujuran adalah sikap jujur dalam semua proses bisnis
yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah islam
dapat dimaknai dengan amanah.
Ø Visi Al-Qur’an
tentang etika dan bisnis
Visi
adalah kemampuan atau daya untuk melihat pada inti persoalan dengan pandangan
yang luas. Visi etika dan visi bisnis Al-Qur’an dengan demikian merupakan
kemampuan,kekuatan dan cara pandang yang dimiliki oleh Al-Qur’an dalam memandang
persoalan etika dan bisnis. Dari cara pandang Al-Qur’an ini diharapakan akan
ditemukan suatu pandangan yang utuh tentang hakikat etika dan bisnis. Apakah
Al-Qur’an mempunyai pandangan terpisah antara etika dan bisnis atau sebaliknya
mempunyai pandangan yang menyatukan bisnis dan etika.
Al-Qur’an
memperkenalkan dirinya dengan berbagai sebutan al-bayan atau at-tibyan,al-furqon,al-huda,adz-dzikr. sebutan-sebutan
ini menjelaskan bahwa fugsi Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagai manusia
kejalan yang benar,yang meliputi aqidah yang benar,ahlak yang murni yang harus
di ikuti manusia dalam kehidupannya,petunjuk bagi upaya meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat,membawa kebenaran dan berpihak kepada keadilan,mendorong
kepada terjadinya perubahan yang positif.
Etika
Al-Qur’an mempunyai sifat humanistik dan rasionalistik.humanistik dalam
pengertian mengarahkan manusia pada pencapaian hakikat kemanusiaan yang
tertinggi dan tidak bertentangan dengan fitnah manusia itu sendiri. Sebaliknya
bersifat rasionalistik bahwa semua pesan-pesan yang di ajarkan Al-Qur’an
terhadap manusia sejalan dengan prestasi rasionalitas manusia yang tertuang
dalama karya-karya para filosofi.
C. Panduan Rasulullah SAW dalam Etika Bisnis
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai
etika bisnis, di antaranya ialah:
a.
Bahwa prinsip esensial dalam bisnis
adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling
mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran
dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan
seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan
aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia
bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap
jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di
sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
b.
Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak
ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun
(menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya,
berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran
memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
c.
Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi
Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu
dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual,
tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah
saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam
bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R.
Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan,
karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli
atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh
berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
d.
Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis,
harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SawÂ
mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan
toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
e.
Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang
pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan
niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
f.
Tidak boleh menjelekkan bisnis orang
lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah
seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang
dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
IV.
KESIMPULAN
Etika adalah
ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai apa-apa yang benar atau salah,yang
baik atau yang buruk, dan bermanfaat atau tidak bermanfaat. Dalam lingkup
kajian filsafat, etika menjadi salah satu bagian pembahasan dalam bidang aksiologi.
Sedangkan panduan
Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :
1)
Prinsip essensial dalam bisnis
adalah kejujuran
2)
Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis
3)
Tidak melakukan sumpah palsu
4)
Ramah tamah
5)
Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut
paradigma
yang berperspektif al-Quran, yakni paradigma bisnis yang dibangun dan dilandasi
oleh aksioma-aksioma berikut ini.
a. Kesatuan (unity)
b. Kesetimbangan (keadilan)
c.
Kehendak bebas / Ikhtiyar
d.
Pertanggungjawaban
e.
Kebenaran-kebenaran dan kejujuran
V.
PENUTUP
Demikian
telah selesailah penulisan makalah ini, maka penulis mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, sesuai dengan kemampuan dan
karunia-NYA, serta guna memenuhi tugas Ushul Fiqh dari bapak dosen. Penulis
menyadari seoenuhnya, bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan yang dari sempurna, namun kami mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita dan pembacanya. Dan apabila ada kesalahan dalam penulisan
kami minta maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mustaq. Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar). 2001.
Fauroni, lukman. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta:
Salemba diniyyah), 2002.
Rahardjo,
Dawam. Etika Ekonomi dan Manajemen, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya),1990.
Alam, Buchori. Pengantar
Bisnis, (BandungAlfabeta), 1997.
Rahardjo, Dawam,Etika
Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PJP,(Jakarta: Prisma), 1995.
[1] Dawam
Raharjo,Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PJP,(Prisma,2 Februari
1995),hlm.2.
[2] Ricard
De George,Business Ethics,(New Jersey:Pretince Inc A.Simon and Schuster
Company,1990),hlm.3-5.
[3] Buchori
Alam,Pengantar Bisnis,(Bandung,Alfabeta,1997),hlm.16.
[4] Lukman
Fauroni,Visi Al-Qur’an Tentang Etika Dan Bisnis,(Jakarta,Salemba
diniyyah,2002),hlm.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar