MENGAPA KITA BUTUH TAFSIR SEDANGKAN AL-QUR’AN
BERBAHASA ARAB YANG JELAS
Disusun gun melengkapi tugas
Mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Siti Amanah,Dra,M.Ag.Hj
FAKULTAS SYSRI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Tidak diragukan lagi, bahwa tafsir telah melalui banyak periode
sehingga sampai kepada corak dan bentuk yang sekarang ini yang di tuang di
dalam berbagai kitab dan karangan. Ada yang sudah di cetak dan ada yang masih
dalam bentuk tulisan tangan.
Tafsir al-qur’an telah tumbuh di mas nabi saw. sendiri dan
beliaulah penafsir awal (al mufassirul awwal) terhadap kitab allah. Beliau
menerangkan maksud-maksud wahyu yang diturunkan kepadanya. Sahabat-sahabat
beliau tidak ada yang berani menafsirkan al-qur’an ketia beliau masih hidup.
Setelah rosulullah wafat barulah para sahabat seperti kholifah yang empat, ibnu
mas’ud, ubay ibn ka’ab, zaid ibn tsabit, abu musa al asy’ari dan abdullah ibn
zubair berani untuk mentafsirkannya.
Penafsiran al-qur’an dari para sahabat nabi diterima baik oleh para
ulama dari kaum tabi’in diberbagai daerah islam. Dan pada akhirnya muncullah
kelompok-kelompok ahli tafsir di mekah, madinah, irak.
II.
RUMUSAN MSALAH
A.
Apa
pengertian tafsir?
B.
Apa
saja macam-macam tafsir berdasarkan sumber dan metodenya?
C.
Apa
saja ilmu bantu tafsir?
D.
Mengapa
kita membutuhkan tafsir sedangkan al-qur’an berbahasa arab yang jelas?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tafsir
Secara etimologi tafsir berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan
Menjabarkan kata yang samar.
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap
Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. Ilmu
tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena
pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda
dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan
berkembang hingga di zaman modern sekarang ini.
Istilah tafsir bermakna :
علم يبحث فيه عن القرأن الكريم من حيث دلالته
على المراد حسب الطاقة البشريه
Artiya :
“suatu ilmu yang didaamnya dibahas tentang
keadaan-keadaan al-qur’anul karim dari segi dalalahnya kepada apa yang
dikehendaki Allah, sebatas yang disanggupi manusia.[1]
Jadi,
Secara umum Ilmu tafsir adalah ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti dan
maksud dari ayat-ayat al Qur’an.
B.
Macam-macam Tafsir Berdasarkan Sumber dan Metodenya
1.
Macam-macam tafsir berdasarkan sumbernya
1.
Tafsir bil-ma’tsur
Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan Hadits
ataupun perkataan para Sahabat, untuk menjelaskan kepada sesuatu yang
dikehendaki Allah swt.
Mengenai penafsiran Al Qur’an dengan perkataan para sahabat
ketahuilah, bahwasanya Tafsir Sahabat termasuk Tafsir yang dapat diterima dan
dijadikan sandaran. Karena para Sahabat telah dibina langsung oleh Rasulullah
saw, dan menyaksikan turunnya wahyu serta mengetahui sebab-sebab diturunkannya
ayat.
Dan juga dikarenakan kebersihan hati mereka, dan ketinggian
martabat mereka dalam kefashihan dan bayan. Juga karena faham mereka yang
shahih dalam menafsirkan Kalam Allah swt. Dan juga dikarenakan mereka lebih
mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al Qur’an dibandingkan seluruh
manusia setelah generasi mereka.
2.
Tafsir bir-ra’yi
Adalah tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya
berpegang pada pemahaman sendiri. Dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan
pada ra’yu semata.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metoda tafsir
karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini
memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur.
Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits
dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain.
Seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk
menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan
ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Pembagian Tafsir bir-ra’yi adalah sebagai berikut :
a. Tafsir Mahmud
Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at
(penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan
kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada
uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
b. Tafsir al Madzmum
Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti
hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau
syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak maupun
bid’ahnya yang tersesat. Hukum Tafsir bir-ra’yi al Madzmum: Menafsirkan Al
Qur’an dengan ra’yu dan Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah
haram. Allah berfirman :
وَلاَ تَقْفُ مَا
لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
Artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya”. (QS, Al Isra’: 36)
Firman
Allah lagi:
قـُلْ إِنَّمَا
حـَرَّمَ رَبِّيَ ٱلْفـَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلإِثـْمَ وَٱلْبَغْيَ
بِغَـيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تـُشْــرِكـُواْ بِٱللّـَهِ مَا لَمْ يُنـَزِّلْ بِهِ سُلْـطَاناً
وَأَن تَقـُولُواْ عَلَى ٱللّـَهِ مَا لاَ تَعْـلَمــُونَ
Artinya:
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang
tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa. Melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Dan (mengharamkan) kamu mengatakan
terhadap Allah dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui.” (Al A’raf: 33)
Rasulullah
sawjuga bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Artinya:
“ Dari Ibnu Abbas RA. dia berkata, bersabda Rasulullah saw: “Barang
siapa menafsirkan Al Qur’an dengan tanpa ilmu, maka siapkanlah tempatnya di
neraka”.
c. Tafsir Isyari
Menurut
kaum sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang
isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh
ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan
Al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan pengetahuan
gaib yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
As-Suyuthi mengutip pendapat Zarkasyi dalam al-Burhan mengenai
syarat-syarat pokok yang harus dimiliki oleh seseorang agar dia boleh
mentafsirkan al-qur’an berdasarkan ra’yu[2](pendapat
atau akal) adalah sebagai berikut :
1.)
Berpegang
pada hadis-hadis berasal dari rosulullh saw dengan ketentuan ia harus waspada
terhadap riwayat yang dho’if (lemah) dan maudhu’ (palsu)
2.)
Berpegang
pada ucapan sahabat nabi karena apa yang mereka katakan, menurut peristilahan
hadis hukumnya mutlak marfu’ (shohih atau hasan), khususnya yang berkaitan
dengan asbabun nuzul dan hal-hal lain yang tidak dapat dicampuri
pendapat (ar-ra’yu).
3.)
mutlak
harus berpegang pada kaidh bahasa arab dan harus tetap berhati-hati jangan
sampai menafsirkan ayat-aya menyimpang dari makna lafadz yang semestinya,
sebagaimana banyak terdapat didalam pembicaraan orang-orang arab.
4.)
Berpegang
teguh pada maksud ayat, dan harus terjamin kebenarannya menurut aturan dan
hukum syara’.
2.
Macam-macam tafsir berdasarkan metodenya
a.
Metode Tahlili (Analitik)
Adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan
Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang
dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering
digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat
demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia
menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran
yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan
keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu
hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain
sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an
dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman
akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan
mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode
penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan
terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya
amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang
mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah
yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa
terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
b.
Metode Ijmali (Global)
Adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas
sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun
memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh
lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada
pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat
yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
c.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat,
atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
d.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan
cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang
bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan
masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan
ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan
hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum
darinya.
e.
Tafsir bil Izdiwaji (Campuran)
Tafsir bil Izdiwaji disebut juga dengan metode campuran antara
tafsir bil Matsur dan Tafsir bil Ra’yi yaitu menafsirkan Al-Qur’an yang
didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan shahih,
dengan sumber hasil ijtihad akan pikiran yang sehat.
C.
Ilmu Bantu Tafsir
Didalam al-qur’an ada tiga macam ilmu :
1. Ilmu yang hanya allah sendiri yang
mengetahuinya, seperti mengetahui hakikat zat allah, sifat-sifatnya dan hal-hal
yang ghoib.
2. Ilmu yang diterangkan allah kepada
orang-orang khusus, maka bagian ini hanyaNabi sendiri yang dapat
membicarakannya dan orang-orang yang diizinkan nabi membicarakannya.
3. Ilmu-ilmu yang diajarkan allah kepada Nabi
saw. untuk disampaikan kepada umat.
Para
ulama’ telah menetapkan, bahwa ilmu-ilmu yang wajib dimiliki dengan sempurna
oleh para mufassir adalah sebagai berikut :
1. Bahasa arab, nahwu, sharaf, dan ilmu-ilmu
balaghah.
2. Ilmu ushul fiqih.
3. Ilmu tauhid.
4. Ilmu asbabun nuzul dan qias.
5. Ilmu nasikh wal mansukh.
6. Ilmu hadis yang menerangkan maksuud-maksud
lafal-lafal yang mujmal dan yang mubham
7. Ilmu mauhibah, yaitu suatu ilmu yang allah
wariskan kepada orang yang mengamalkan apa yang telah diketahui dan yang
hatinya bersih dari ketakaburan dan kecintaan kepada dunia.
Ilmu-ilmu ini
dibutuhkan untukmeewujudkan tafsir yang paling tiiggi martabatnya. Al Imam
Muhammad Abduh berkata : “Tafsir mempunyai beberapa martabat.
Serendah-rendahnya ialah menerangkan makna al-qur’an dengan ringkas sekedar
dapat menimbulkan rasa keagungan Allah dan kesuciannya, serta memalingkan nafsu
dari kejahatan dan menariknya kepada kebajikan. Martabat inilah yang dimudahkan
untuk sekalian orang”.[3]
D.
Alasan mengapa kita membutuhkan tafsir sedang al-qur’an berbahasa
arab yang jelas
Kita membutuhkan tafsir karena jika seandainya didunia ini tidak
ada tafsir maka sudah pasti semua umat manusia akan salah dalam mengartikan
al-qur’an. Karena al-qur’an berbentuk teks jadi masih bersifat global. Dan tafsir
adalah cara untuk mengimplikasikan al-qur’an kedalam kehidupan yang nyata.
Dalam al-qur’an terdapat ayat-ayat yang membingungkan dalam arti tidak semuanya
jelas, maka diperlukan tafsir dalam mengatasi hal tersebut. Dan teks al-qur’an
itu bersifat kondisional, dalam arti teks tersebut dapat ditafsirkan dengan
penafsiran yang berbeda-beda menurut kondisi dan situasidimana seseorang
tersebut mentafsirkannya.
Tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi al-qur’anyang
diturunkan untuk memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari
kehancuran dan mensejahterakan alam ini. Tanpa tafsir, tidaklah mungkin kita
sampai kepada perbendaharaan isi al-qur’an walaupun kita dapat membacanya
dengan berbagai rupa qiro’atnya.
Para ulama salaf mempunyai tujuan untuk mempelajari dan memahami
al-qur’an sebelum menghafal, melaksanakan ajaran-ajaran al-qur’an dengan
seksama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
As-syayuti dalam menerangkan kebutuhan kita kepada tafsir berkata :
“al-qur’an diturunkan dengan bahasa arab dizaman orang arab masih terlalu baik
bahasanya”. Dengan kekuatan bahasanya mereka mengetahui makna-makna yang zhahir
dan hukum-hukumnya. Adapun makna-makna yang batin mereka belum mengetahuinya
kecuali sudah dibahas dan diperhtikan dengn seksama, serta ditanyakan kepada
nabi, seperti menanyakan makna zhulum yang terdapat dalam ayat :
....ولم
يلبسوا ايمانهم بظلم....
“....Dan
mereka tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman....” (QS. Al-an’am :
82)
Maka nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengn zhulum adalah syirik.
Hal-hal yang harus kita jauhi didalam
menaafsirkan al-qur’an dengan ijtihad[4],
yaitu memberanikan diri menerangkan maksud allah sedang kita tidak mengetahui
tata bahasa dan hukum syari’at. Diantaranya menerapkan kalam illahi kepada
keinginan mazhab-mazhab yang salah dan
membicarakan sesuatu yang sebenarya hanya allah sendiri yang mengetahuinya atau
menetapkan secara pasti bahwa itulah yang allah kehendaki tanpa dahlil.
IV.
KESIMPULAN
Secara
etimologi tafsir berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan Menjabarkan kata yang
samar. Sedangkan secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap
Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. Ilmu
tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena
pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda
dari yang haq dan bathil.
Tafsir
berdasarkan sumbernya dibagi sbb:
1. Tafsir bil-ma’tsur 2. Tafsir bir-ra’yi
Sedangkan
Macam-macam tafsir berdasarkan metodenya dibagi menjadi :
a. Metode
Tahlili (Analitik) b. Metode Ijmali
(Global) c. Metode Muqarin d. Metode
Maudhu’i (Tematik) e. Tafsir bil
Izdiwaji (Campuran).
Sedangkan
alasan mengapa kita membutuhkan tafsir sedang al-qur’an berbahasa arab yang
jelas itu karena Tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi al-qur’anyang
diturunkan untuk memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari
kehancuran dan mensejahterakan alam ini. Tanpa tafsir, tidaklah mungkin kita
sampai kepada perbendaharaan isi al-qur’an walaupun kita dapat membacanya
dengan berbagai rupa qiro’atnya.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami
dari pembuat makalah minta maaf apabila ada suatu kesalahan karna kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Semoga apa yang ada didalam makalah ini dapat
bermanfa’at bagi kami dan kita semua. Amiin
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Tengku Hasbi Ash Shiddieqy,Ilmu-ilmu
Al-qur’an,Semarang:Rizki Putra,2002
Dr.As-Shalih Subhi,Membahas Ilmu-ilmu
Al-qur’an,Jakarta:Tim Pustaka Firdaus,2008
[1]Muhammad
tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka Rizki
Putra,2002).hal.208
[2]
Lihat al-itqan II hal.304 dan al-Burhan II hal.156-161
[3]
Muhammad tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka
Rizki Putra,2002).hal.235-236.
[4] Muhammad
tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka Rizki
Putra,2002).hal.234.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar