Minggu, 09 Desember 2018

Makalah Ulumul Qur'an


MENGAPA KITA BUTUH TAFSIR SEDANGKAN AL-QUR’AN
BERBAHASA ARAB YANG JELAS
MAKALAH
Disusun gun melengkapi tugas
Mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen pengampu : Siti Amanah,Dra,M.Ag.Hj


UIN Walisongo




FAKULTAS SYSRI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

I.                   PENDAHULUAN
Tidak diragukan lagi, bahwa tafsir telah melalui banyak periode sehingga sampai kepada corak dan bentuk yang sekarang ini yang di tuang di dalam berbagai kitab dan karangan. Ada yang sudah di cetak dan ada yang masih dalam bentuk tulisan tangan.
Tafsir al-qur’an telah tumbuh di mas nabi saw. sendiri dan beliaulah penafsir awal (al mufassirul awwal) terhadap kitab allah. Beliau menerangkan maksud-maksud wahyu yang diturunkan kepadanya. Sahabat-sahabat beliau tidak ada yang berani menafsirkan al-qur’an ketia beliau masih hidup. Setelah rosulullah wafat barulah para sahabat seperti kholifah yang empat, ibnu mas’ud, ubay ibn ka’ab, zaid ibn tsabit, abu musa al asy’ari dan abdullah ibn zubair berani untuk mentafsirkannya.
Penafsiran al-qur’an dari para sahabat nabi diterima baik oleh para ulama dari kaum tabi’in diberbagai daerah islam. Dan pada akhirnya muncullah kelompok-kelompok ahli tafsir di mekah, madinah, irak.

II.                RUMUSAN MSALAH
A.    Apa pengertian tafsir?
B.     Apa saja macam-macam tafsir berdasarkan sumber dan metodenya?
C.     Apa saja ilmu bantu tafsir?
D.    Mengapa kita membutuhkan tafsir sedangkan al-qur’an berbahasa arab yang jelas?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tafsir
Secara etimologi tafsir berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan Menjabarkan kata yang samar.
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini.
Istilah tafsir bermakna :
علم يبحث فيه عن القرأن الكريم من حيث دلالته على المراد حسب الطاقة البشريه
Artiya :
“suatu ilmu yang didaamnya dibahas tentang keadaan-keadaan al-qur’anul karim dari segi dalalahnya kepada apa yang dikehendaki Allah, sebatas yang disanggupi manusia.[1]
Jadi, Secara umum Ilmu tafsir adalah ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti dan maksud dari ayat-ayat al Qur’an.

B.     Macam-macam Tafsir Berdasarkan Sumber dan Metodenya
1.      Macam-macam tafsir berdasarkan sumbernya
1. Tafsir bil-ma’tsur
Adalah penafsiran Al Qur’an dengan Qur’an, atau dengan Hadits ataupun perkataan para Sahabat, untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah swt.
Mengenai penafsiran Al Qur’an dengan perkataan para sahabat ketahuilah, bahwasanya Tafsir Sahabat termasuk Tafsir yang dapat diterima dan dijadikan sandaran. Karena para Sahabat telah dibina langsung oleh Rasulullah saw, dan menyaksikan turunnya wahyu serta mengetahui sebab-sebab diturunkannya ayat.
Dan juga dikarenakan kebersihan hati mereka, dan ketinggian martabat mereka dalam kefashihan dan bayan. Juga karena faham mereka yang shahih dalam menafsirkan Kalam Allah swt. Dan juga dikarenakan mereka lebih mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al Qur’an dibandingkan seluruh manusia setelah generasi mereka.

2. Tafsir bir-ra’yi
Adalah tafsir yang dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri. Dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metoda tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain.
Seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Pembagian Tafsir bir-ra’yi adalah sebagai berikut :
a.   Tafsir Mahmud
Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at), jauh dari kebodohan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami nash-nash Qur’aniyah.
b.   Tafsir al Madzmum
Adalah penafsiran Al Qur’an tanpa berdasarkan ilmu, atau mengikuti hawa nafsu dan kehendaknya sendiri, tanpa mengetahui kaidah-kaidah bahasa atau syari’ah. Atau dia menafsirkan ayat berdasarkan mazhabnya yang rusak maupun bid’ahnya yang tersesat. Hukum Tafsir bir-ra’yi al Madzmum: Menafsirkan Al Qur’an dengan ra’yu dan Ijtihad semata tanpa ada dasar yang shahih adalah haram. Allah berfirman :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
  Artinya:
  “Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak      mempunyai pengetahuan tentangnya”. (QS, Al Isra’: 36)
Firman Allah lagi:
قـُلْ إِنَّمَا حـَرَّمَ رَبِّيَ ٱلْفـَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلإِثـْمَ وَٱلْبَغْيَ بِغَـيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تـُشْــرِكـُواْ بِٱللّـَهِ مَا لَمْ يُنـَزِّلْ بِهِ سُلْـطَاناً وَأَن تَقـُولُواْ عَلَى ٱللّـَهِ مَا لاَ تَعْـلَمــُونَ
Artinya:
Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa. Melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu. Dan (mengharamkan) kamu mengatakan terhadap Allah dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui.” (Al A’raf: 33)
Rasulullah sawjuga bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Artinya:
Dari Ibnu Abbas RA. dia berkata, bersabda Rasulullah saw: “Barang siapa menafsirkan Al Qur’an dengan tanpa ilmu, maka siapkanlah tempatnya di neraka”.
c.  Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan pengetahuan gaib yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
As-Suyuthi mengutip pendapat Zarkasyi dalam al-Burhan mengenai syarat-syarat pokok yang harus dimiliki oleh seseorang agar dia boleh mentafsirkan al-qur’an berdasarkan ra’yu[2](pendapat atau akal) adalah sebagai berikut :
1.)    Berpegang pada hadis-hadis berasal dari rosulullh saw dengan ketentuan ia harus waspada terhadap riwayat yang dho’if (lemah) dan maudhu’ (palsu)
2.)    Berpegang pada ucapan sahabat nabi karena apa yang mereka katakan, menurut peristilahan hadis hukumnya mutlak marfu’ (shohih atau hasan), khususnya yang berkaitan dengan asbabun nuzul dan hal-hal lain yang tidak dapat dicampuri pendapat (ar-ra’yu).
3.)    mutlak harus berpegang pada kaidh bahasa arab dan harus tetap berhati-hati jangan sampai menafsirkan ayat-aya menyimpang dari makna lafadz yang semestinya, sebagaimana banyak terdapat didalam pembicaraan orang-orang arab.
4.)    Berpegang teguh pada maksud ayat, dan harus terjamin kebenarannya menurut aturan dan hukum syara’.

2.      Macam-macam tafsir berdasarkan metodenya
a.      Metode Tahlili (Analitik)
Adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah . Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.

b.      Metode Ijmali (Global)
Adalah berusaha menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

c.       Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.

d.      Metode Maudhu’i (Tematik)
Adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.

e.       Tafsir bil Izdiwaji (Campuran)
Tafsir bil Izdiwaji disebut juga dengan metode campuran antara tafsir bil Matsur dan Tafsir bil Ra’yi yaitu menafsirkan Al-Qur’an yang didasarkan atas perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan shahih, dengan sumber hasil ijtihad akan pikiran yang sehat.


C.     Ilmu Bantu Tafsir
Didalam al-qur’an ada tiga macam ilmu :
1.      Ilmu yang hanya allah sendiri yang mengetahuinya, seperti mengetahui hakikat zat allah, sifat-sifatnya dan hal-hal yang ghoib.
2.      Ilmu yang diterangkan allah kepada orang-orang khusus, maka bagian ini hanyaNabi sendiri yang dapat membicarakannya dan orang-orang yang diizinkan nabi membicarakannya.
3.      Ilmu-ilmu yang diajarkan allah kepada Nabi saw. untuk disampaikan kepada umat.
            Para ulama’ telah menetapkan, bahwa ilmu-ilmu yang wajib dimiliki dengan sempurna oleh para mufassir adalah sebagai berikut :
1.      Bahasa arab, nahwu, sharaf, dan ilmu-ilmu balaghah.
2.      Ilmu ushul fiqih.
3.      Ilmu tauhid.
4.      Ilmu asbabun nuzul dan qias.
5.      Ilmu nasikh wal mansukh.
6.      Ilmu hadis yang menerangkan maksuud-maksud lafal-lafal yang mujmal dan yang mubham
7.      Ilmu mauhibah, yaitu suatu ilmu yang allah wariskan kepada orang yang mengamalkan apa yang telah diketahui dan yang hatinya bersih dari ketakaburan dan kecintaan kepada dunia.
            Ilmu-ilmu ini dibutuhkan untukmeewujudkan tafsir yang paling tiiggi martabatnya. Al Imam Muhammad Abduh berkata : “Tafsir mempunyai beberapa martabat. Serendah-rendahnya ialah menerangkan makna al-qur’an dengan ringkas sekedar dapat menimbulkan rasa keagungan Allah dan kesuciannya, serta memalingkan nafsu dari kejahatan dan menariknya kepada kebajikan. Martabat inilah yang dimudahkan untuk sekalian orang”.[3]

D.    Alasan mengapa kita membutuhkan tafsir sedang al-qur’an berbahasa arab yang jelas
Kita membutuhkan tafsir karena jika seandainya didunia ini tidak ada tafsir maka sudah pasti semua umat manusia akan salah dalam mengartikan al-qur’an. Karena al-qur’an berbentuk teks jadi masih bersifat global. Dan tafsir adalah cara untuk mengimplikasikan al-qur’an kedalam kehidupan yang nyata. Dalam al-qur’an terdapat ayat-ayat yang membingungkan dalam arti tidak semuanya jelas, maka diperlukan tafsir dalam mengatasi hal tersebut. Dan teks al-qur’an itu bersifat kondisional, dalam arti teks tersebut dapat ditafsirkan dengan penafsiran yang berbeda-beda menurut kondisi dan situasidimana seseorang tersebut mentafsirkannya.
Tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi al-qur’anyang diturunkan untuk memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari kehancuran dan mensejahterakan alam ini. Tanpa tafsir, tidaklah mungkin kita sampai kepada perbendaharaan isi al-qur’an walaupun kita dapat membacanya dengan berbagai rupa qiro’atnya.
Para ulama salaf mempunyai tujuan untuk mempelajari dan memahami al-qur’an sebelum menghafal, melaksanakan ajaran-ajaran al-qur’an dengan seksama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
As-syayuti dalam menerangkan kebutuhan kita kepada tafsir berkata : “al-qur’an diturunkan dengan bahasa arab dizaman orang arab masih terlalu baik bahasanya”. Dengan kekuatan bahasanya mereka mengetahui makna-makna yang zhahir dan hukum-hukumnya. Adapun makna-makna yang batin mereka belum mengetahuinya kecuali sudah dibahas dan diperhtikan dengn seksama, serta ditanyakan kepada nabi, seperti menanyakan makna zhulum yang terdapat dalam ayat :
....ولم يلبسوا ايمانهم بظلم....
“....Dan mereka tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman....” (QS. Al-an’am : 82)
Maka nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengn zhulum adalah syirik.
Hal-hal yang harus kita jauhi didalam menaafsirkan al-qur’an dengan ijtihad[4], yaitu memberanikan diri menerangkan maksud allah sedang kita tidak mengetahui tata bahasa dan hukum syari’at. Diantaranya menerapkan kalam illahi kepada keinginan mazhab-mazhab yang salah  dan membicarakan sesuatu yang sebenarya hanya allah sendiri yang mengetahuinya atau menetapkan secara pasti bahwa itulah yang allah kehendaki tanpa dahlil.

  


IV.             KESIMPULAN
      Secara etimologi tafsir berarti Penjelasan, Pengungkapan, dan Menjabarkan kata yang samar. Sedangkan secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya. Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil.
      Tafsir berdasarkan sumbernya dibagi sbb:
1.      Tafsir bil-ma’tsur 2. Tafsir bir-ra’yi
            Sedangkan Macam-macam tafsir berdasarkan metodenya dibagi menjadi :
a.   Metode Tahlili (Analitik)  b. Metode Ijmali (Global) c. Metode Muqarin d. Metode Maudhu’i (Tematik)  e. Tafsir bil Izdiwaji (Campuran).
      Sedangkan alasan mengapa kita membutuhkan tafsir sedang al-qur’an berbahasa arab yang jelas itu karena Tafsir adalah anak kunci perbendaharaan isi al-qur’anyang diturunkan untuk memperbaiki keadaan manusia, melepaskan manusia dari kehancuran dan mensejahterakan alam ini. Tanpa tafsir, tidaklah mungkin kita sampai kepada perbendaharaan isi al-qur’an walaupun kita dapat membacanya dengan berbagai rupa qiro’atnya.

V.                PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami dari pembuat makalah minta maaf apabila ada suatu kesalahan karna kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga apa yang ada didalam makalah ini dapat bermanfa’at bagi kami dan kita semua. Amiin







DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Tengku Hasbi Ash Shiddieqy,Ilmu-ilmu Al-qur’an,Semarang:Rizki Putra,2002
Dr.As-Shalih Subhi,Membahas Ilmu-ilmu Al-qur’an,Jakarta:Tim Pustaka Firdaus,2008



















[1]Muhammad tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka Rizki Putra,2002).hal.208
[2] Lihat al-itqan II hal.304 dan al-Burhan II hal.156-161
[3] Muhammad tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka Rizki Putra,2002).hal.235-236.
[4] Muhammad tengku hasbi ash shiddieqy,ilmu-ilmu al-qur’an(semarang:PT.Pustaka Rizki Putra,2002).hal.234.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi Harus Bagaimana